Rijaludda'wah Mengenal Sosok KH. Hasan Basri
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
KH. Hasan Basri adalah seorang mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Ulama kelahiran Muara Teweh, kota kecamatan sekitar 600 km sebelah utara
Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada 20 Agustus 1920, itu adalah penggagas
bank syariah di Indonesia yang ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI).
Saat, menjabat Ketua Umum MUI, pemerintah melalui
menteri Keuangan mengeluarkan Pakto (Paket Oktober) 1988, yang mendorong
berdirinya bank. Banyak umat Islam yang bertanya kepadanya mengenai bunga bank
yang oleh sebagian kalangan dianggap haram.
Selaku ketua umum MUI, dia mendengar keluhan umat
Islam tersebut. Ia merespon dengan menggelar seminar 'Bank Tanpa Bunga' di
Hotel Safari Cisarua Agustus 1991 dihadiri para pakar ekonomi, pejabat Bank
Indonesia, Menteri terkait, serta para ulama. Waktu
itu ada tiga pendapat; ada yang menyebutkan bunga bank haram, bunga bank halal
dan ada juga yang berpendapat bunga bank syubhat.
Lalu, seminar itu merekomendasikan agar KH Hasan
Basri, selaku Ketua Umum MUI membawakan masalah itu ke Munas MUI yang diadakan
akhir Agustus 1991. Munas MUI itu memutuskan agar MUI mengambil prakarsa
mendirikan bank tanpa bunga. Untuk itu, dibentuk kelompok
kerja yang diketuai oleh Sekjen MUI waktu itu HS Prodjokusumo. Dilakukan lobi
melalui BJ Habibie sampai akhirnya
Presiden Soeharto menyetujui didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Resminya, BMI lahir 1 November 1991. Pada 3 Nopember 1991, atas prakarsa
Presiden Soeharto, dilakukan penghimpunan dana di Istana Bogor. Kemudian setelah semua perangkatnya dilengkapi, BMI beroperasi 1 Mei 1992.
Presiden Soeharto menyetujui didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Resminya, BMI lahir 1 November 1991. Pada 3 Nopember 1991, atas prakarsa
Presiden Soeharto, dilakukan penghimpunan dana di Istana Bogor. Kemudian setelah semua perangkatnya dilengkapi, BMI beroperasi 1 Mei 1992.
Oleh karena itu, kami dari kelompok 8 ingin memaparkan lebih dalam lagi
biografi tentang KH. Hasan Basri mulai beliau kecil sampai dewasa, riwayat
pendidikan beliau dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi, Pemikiran, Gerakan
Dakwah dan Karya KH. Hasan Basri
1.
Kelahiran, Masa Kecil dan
Lingkungan Keluarga
Hasan basri (nama asli sebelum haji dan sebelum
mendapat gelar kyai) lahir di Muara Teweh pada tanggal 20 agustus 1920. Muara
Teweh pada waktu itu merupakan salah satu kota kecil di Kalimantan pada masa
kolonial Belanda. Pada masa itu Kalimantan belum dibagi menjadi empat propinsi
seperti yang ada dewasa ini yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Sekarang Muara Teweh menjadi ibu kota
Kabupaten Barito Utara, dan masuk dalam wilayah Kalimantan Tengah. Meskipun ia
lahir di Muara Teweh, namun sebenarnya ia adalah dari suku Banjar yang berasal
dari Banjarmasin. Kakek dan neneknya adalah orang Banjar yang merantau ke
daerah tersebut dan kemudian menetap di sana. Ayah Hasan Basri bernama Muhammad
Darun. Muhammad Darun mempunyai tiga orang putera. Hasan Basri adalah putera
kedua dari tiga bersaudara, yaitu Thamrin, Hasan Basri, dan Husni Rasyid.
Muhammad Darun adalah seorang petani biasa di Muara Teweh. Ia sebenarnya dari
keluarga yang berasal dari Banjarmasin, tetapi telah hidup dan tinggal di Muara
Teweh hampir dua generasi. Muhammad Darun ayah Hasan Basri ini meninggal dunia
pada tahun 1923, ketika Hasan Basri masih kanak-kanak. Ketika ayahnya meninggal
itu Hasan Basri baru berusia tiga tahun. Dengan demikian, Hasan Basri sejak
masih kecil telah menjadi anak yatim.
Ibu Hasan Basri bernama Siti Fatmah. Ia adalah
puteri Haji Abdullah, seorang peagawai Landraad (Pengadilan Negeri di
masa kolonial Belanda) di Banjarmasin. Haji Abdullah meskipun sebagai pegawai Landraad
milik pemerintah kolonial Belanda, namun ia adalah seorang muslim yang taat
beragama. Siti Fatmah, ibunda Hasan Basri adalah juga menjadi seorang ibu yang
taat beragama.
Hasan Basri pada berusia tiga tahun, stelah kematian
ayahnya sudah tentu tidak dapat merasakan kasih sayang dari seorang ayahnya.
Namun, ia beruntung mempunyai seorang kakek. Ia mendapatkan perhatian dan kasih
sayang dari kakeknya yaitu Haji Abdullah, ayah dari ibunya. Haji Abdullah
benar-benar memberikan perhatian serta kasih sayang yang sangat besar
kepadanya. Di samping itu, ia juga bertanggung jawab penuh terhadap
kelangsungan hidup Hasan Basri beserta ibu, kakak dan adiknya. Nafkah hidup
Hasan Basri sekeluarga bersama ibu, kakak dan adiknya ditanggung oleh Haji
Abdullah. Hal ini tidaklah menjadi beban berat bagi Haji Abdullah, karena
kebetulah ia pada waktu itu seorang pegawai yang punya gaji cukup untuk
menafkahi. Dan setelah pensiun, ia menjadi petani dan pedagang.
Haji Abdullah yang berperan penting sebagai kepala keluarga di masa kecil.
Hasan Basri. Haji Abdullah punya andil yang besar dalam pembentukan kepribadian
Hasan Basri. Di samping memberikan keteladanan, ia juga melakukan upaya nyata
bagi kepentingan masa depan keluarganya, terlebih bagi cucunya yang satu in
yakni Hasan Basri. Haji Abdullah memang dikenal sebagai seorang muslim yang
taat, saleh, dan memiliki tanggung jawab yang penuh bagi anak dan cucu-cucunya.
Ia memiliki pengetahuan agama yang lumayan serta punya pandangan yang luas dan
jauh ke depan. Karena itu, tidaklah mengherankan jika ia menghendaki agar anak
dan cucunya menjadi anak yang saleh, taat beragama bagi masyarakat.
Suatu hal yang sangat menguntungkan bagi Hasan Basri adalah ia mendapatkan
perhatian yang besar dari kakeknya, Haji Abdullah. Bimbingan yang diberikan
Haji Abdullah kepadanya sewaktu masih anak-anak yang hasilnya sangat besar
manfaatnya di kemudian hari ialah latihan berpidato. Hasan Basri sering dilatih
oleh kakeknya untuk berpidato sehabis shalat magrib. Ia disuruh berdiri di atas
meja untuk menyampaikan kepada jama’ah (yakni keluarga yang hadir) mengenai
kegiatan yang telah dilakukannya sepanjang hari dan menceritakan
pelajaran-pelajaran yang diterimanya di sekolah pada hari itu secara
kronologis. Dalam latihan ini kakeknya senantiasa membimbing bagaimana
berbicara yang sistematis, mudah didengar dan mudah dimengerti. Dengan disuruh
menceritakan pelajaran-pelajaran yang telah diteirmanya disekolah sama halnya
dengan mendidik Hasan Basri untuk selalu mengingat atau menghafal pelajaran
yang telah diterima. Hal ini membuat mentalnya untuk berani berani tampil serta
trampil berbicara di hadapan orang banyak. Hasan Basri memang memiliki bakat
berpidato, dengan bakat yang dimilikinya dan latihan serta bimbingan yang
diberikan oleh kakeknya pada masa kecil itu membuatnya setelah ia dewasa
menjadi seorang da’i yang mahir dan mampu dalam berdakwah berhadapan dengan
berbagai tingkat dan lapisan masyarakat.
- Pendidikan dan Guru-Gurunya
Sebelum mulai sekolah, Hasan Basri seperti halnya anak-anak di kampung pada
waktu dahulu, kalau sore menjelang magrib ramai-ramai pergi ke masjid, dan
habis shalat magrib ramai-ramai membaca Al-Qur’an. Belajar membaca Al-Qur’an
merupakan pendidikan yang paling awal diterima Hasan Basri.
Ketika Hasan Basri mencapai usia 8 tahun, pada tahun 1928 ia dimasukan oleh
kakeknya ke sekolah yang pada waktu itu bernama Volkschool. Volkschool ialah
Sekolah Rakyat yang merupakan tingkat dasar di masa kolonial Belanda. Lama
belajar pada sekolah ini adalah 5 tahun. Dan waktu belajarnya di sekolah ini
adalah pagi hari. Disamping itu juga dimasukan oleh kakeknya ke Madrasah
Diniyah Awwaliyah Islmiyah yang waktu belajarnya sore hari. Madrasah
Diniyah Awwaliyah Islamiyah ini adalah sekolah agama yang setingkat dengan
Madrasah Ibtidaiyah zaman sekarang ini. Tujuan sekolah ini adalah untuk
memberikan pelajaran agama, membaca Al-Qur’an, menulis dan membaca tulisan
arab, dan mempratikkan pelajaran ibadah.
Dengan bersekolah di dua sekolah ini Hasan Basri menerima dua jenis
pendidikan. Yakni pendidikan umum dan pendidikan agama. Pendidilan umumu
diterima di Volkschool dan pendidikan agama diterima di Madrasah
Diniyah Awwaliyah Islamiyah .
Sekolah yang tersebut
pertama membekali Hasan Basri dengan pengetahuan umum. Mengenai mata Pelajaran
Umum yang diterima Hasan Basri di sekolah ini tidak terdapat keterangan secara
rinci. Sedangkan sekolah yang tersebut kedua membekali Hasan Basri dengan
pengetahuan Agama. Mata
pelajaran yang diterimanya di sekolah ini adalah Ilmu Tauhid, Fiqh, Al-Qur’an
dan Hadist.
Madrasah Diniyah Awwaliyah Islamiyah tempat Hasan Basri menerima pendidikan agama ini memang
sederhana saja, tetapi cukup berpengaruh di Muara Teweh pada waktu itu. Yang
membuat berpengaruh adalah karena sekolah ini dipimpin oleh seorang ustadz yang
dikenal sebagai orang yang alim. Ustadz ini bernama Haji Abdullah, nama yang
sama dengan nama kakek Hasan Basri. Ustadz Haji Abdullah, guru yang memimpin Madrasah
Diniyah Awwaliyah Islamiyah tersebut, adalah seorang guru dan pendidik yang
paling besar pengaruhnya pada diri pribadi Hasan Basri.
Hasan Basri menamatkan
sekolahnya di Volksschool pada tahun 1933. Tetapi di Madrasah Diniyyah masih
tetap dilanjutkannya sambil turut membantu mengajar di sekolah ini. Di sekolah
tersebut ia menamaptkan sekolahnya pada thaun 1935. Dengan demikian, dua
sekolah formal tingkat dasar telah di tamatkan nya. Pada waktu itu, di Muara
Teweh hanya ada sekolah tingkat dasar itu saja. Sedangkan sekolah tingkat
lanjutan belum ada disana.
Setelah tamat dari
Madrasah Diniyyah di Muara Teweh, Hasan Basri dimasukkan oleh kakeknya ke
madrasah Tsanawiyyah Muhammadiyah Banjarmasin. Sekolah ini sudah menggunakan
metode baru dalam sistem belajarnya. Dalam hal buku pelajaran, tidak lagi
memakai buku lama (kitab kuning). Metode tradisional dengan sistem menghafal
sudah di tinggalkan. Buku-buku baru mulai dipelajari, seperti Tarikh al-tarbiyah, tarikh al-dirasat
al-islamiyah dan Fiqh. Begitu pula buku-buku karangan Muhammad Abduh, Imam
Al-Ghazali, Muhammad Ridha dan Imam Syafi’I juga dipelajari. Dengan demikian,
berarti Hasan Basri mulai mengenal metode belajar yang baru dan juga mulai
mengenal pemikiran tokoh-tokoh ulama tersebut.
Sewaktu bersekolah di
MTs Banjarmasin ini, Hasan Basri mendapat latihan berpidato, yang disebut
dengan Muhadharah. Jika sebelumnya ia
mendapat latihan berpidato dari kakeknya di lingkungan keluarga, kini ia
mendapat latihan lagi di sekolah. Jika sebelumnya yang hadir di hadapanya hanya
anggota keluarga, kini yang hadir jauh lebih banyak yaitu para pelajar
dilingkungan sekolahnya. Tentulah latihan berpidato yang didapatkan disekolah
ini membuatnya betul-betul terlatih berpidato di tengah-tengah orang banyak.
Hal ini menjadi modal baginya sehingga dikemudian hari ia mampu tampil sebagai
da’I yang setiap ceramahnya selalu memuaskan pendengarnya. Ia berpenampilan
dengan suara yang tenang, tidak berapi-rapi tetapi dengan ketenanganya ini
dapat menyejukkan serta menentramkan jiwa jama’ah pendengarnya.
Sewaktu bersekolah di
MTs Banjarmasin
ini, ada yang sangat mengesankan bagi Hasan Basri. Yaitu pada waktu itulah
pertama kali ia bertemu dengan Buya Hamka, yang ketika itu Buya Hamka sedang
berkunjung ke Banjarmasin sebagai utusan Muhammadiyah pusat. Ia sangat terkesan
dengan ceramah serta penampilan Buya Hamka dalam berceramah, sehingga ia
bertekad untuk bisa tampil berpidato sebagaimana Buya Hamka itu. Karena ini
menjadi tekad nya, sudah barang tentu usaha kearah itu senantiasa ia lakukan
hingga dikemudian hari apa yang menjadi tekadnya itu menjadi kenyataan.
Di MTs Muhammadiyah Banjarmasin Hasan
Basri menempuh pendidikan selama 3
tahun. Ia menamatkan pendidikan disekolah ini pada tahun 1938. Disekolah ini
kecerdasan dan kepandaiain Hasan Basri tetap menonjol seperti disekolah
sebelumnya. Kelulusanya pun ketika menamatkan pendidikan di sekolah ini adalah
dengan prestasi yang memuaskan. Dengan kelulusan yang demikain, ia bisa
diterima disekolah Zu’ama Muhammadiyah di Yogyakarta, jika ia ingin melanjutkan
sekolahnya. Sedangkan di Banjarmasin saat itu belum ada sekolah lanjutan diatas
dari tingkat Tsanawiyah.
Setelah menamatkan
pendidikanya di Banjarmasin, Hasan Basri dikirim oleh kakeknya ke Yogyakarta
untuk melanjutkan pendidikanya di Sekolah Zu’ama Muhammadiyah. Sekolah Zu’ama
ini bertujuan untuk mendidik kader ulama dan pemimpin. Mereka yang dididik
disini diharapkan setelah tamat selain meiliki pengetahuan agama juga mampu
tampil menjadi pemimpin. Sekolah Zu’ama ini merupakan sekolah yang bergengsi
dilingkungan Muhammadiyah dan bahkan sekolah Zu’ama yang dimiliki oleh umat
islam di Indonesia kala itu.
Guru-guru yang mengajar
disekolah Zu’ama Muhammadiyah ini diantaranya adalah tokoh-tokoh terkemuka
seperti KH. Mas Mansyur, KH. Farid Ma’ruf, Abdul Kahar Muzakir, KH.Badawi dan
Buya A.R Sutan Mansur.[1]
Ketika Hasan Basri bersekolah di Sekolah Zu’ama Muhammadiyah Yogyakarta
itu, ia menggunakan kesempatan pula diluar sekolah untuk belajar politik. Belajar
politik dimaksudkan disini ialah ia sering mengikuti rapat-rapat politik Partai
Islam Indonesia (PII). Para pemimpin partai ini dimasa itu ialah Dr. Sukiman,
Wiwohopurbohadidjojo, Wali Alfatah, KH.Taufiqurrahman, Ghofar Ismail, Dll. Apa
yang dilakukan Hasan Basri ini yakni mengikuti rapat-rapat politik, jelas
menunjukkan bahwa ia mempunyai perhatian terhadap kegiatan politik. Terutama
bagi kaum muda yang dikemudian hari akan menjadi pemimpin. Mengetahui soal politik
itu penting bukan saja bagi yang ingin menjadikanya sebagai bekal untuk terjun
ke dunia politik, tetapi juga penting bagi seorang pemimpin, terutama selaku
pemimpin umat, agar ia tidak mudah terjerumus menjadi korban politik.
Setelah selama 3 tahun
menempuh pendidikan di sekolah Zu’ama Muhammadiyah Yogyakarta dan berhasil
menamatkanya pada tahun 1941, Hasan Basri kembali ke Kalimantan.
Disamping mendapatkan ilmu melalui pendidikan formal di sekolah, Hasan
Basri juga banyak mendapatkan ilmu dengan belajar sendiri. Caranya ialah dengan
banyak membaca. Dalam hal memperluas pengetahuan mengenai tafsir Al-Qur’an, ia
membaca kitab Tafsir al-jalalain dan Tafsir Ibnu Katsir. Dal
memperluas pengetahuan tentang sejarah Nabi Muhammad saw., ia membaca kitab Sirah
Nabi Muhammad saw. Dalam memperluas pengetahuan tentang pendidikan Islam,
ia membaca buku Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah. Untuk menambah
pengetahuan dalam bahasa arab, ia membaca buku Durus al-Loghah al-Arabiyah.
- Hidup Berumah Tangga
Hasan Basri mulai hidup
berumah tangga pada usia 21 tahun. Ia menikah pada tanggal 8 November 1941
dengan seorang wanita bernama Nurhani. Nurhani pada waktu itu masih berusia 17
tahun. Ia lahir di Kandangan Kalimantan Selatan pada Tanggal 19 Januari 1924.
Ketika menikah itu nurhani masih duduk ditingkat 3 sekolah Za’imat Muhammadiyah
Yogyakarta. Pada wkatu dilangsungkan pernikahan itu ia sedang libur dan pulang
kampung ke kandangan. Karena telah menikah dan mulai hidup berumah tangga, pada
waktu ia tidak mungkin lagi untuk kembali ke Yogyakarta guna menyelesaikan
pendidikanya.
Nurhani adalah anak
kedua dari 8 bersaudara. Ayahnya bernama Thawaf Saleh dan ibunya bernama Antung
Imur. Thawaf Saleh adalah seorang pedagang berasal dari daerah kandangan. Ia
dikenal sebagai orang yang dermawan.
Dalam hal pendidikan,
nurhani sangat beruntung untuk ukuran pada masa itu. Ia dapat bersekolah di HIS
(Hollands Inlansche School) hingga tamat. HIS adalah salah satu sekolah milik
pemerintah belanda yang ada dikandangan pada masa itu.
Peran Nurhani dalam
menciptakan keharmonisan dan keserasian hidup berumah tangga tampaknya cukup
besar. Misalnya, setelah mereka menikah Nurhani ikut bersama Hasan Basri
menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyyah di Marabahan Kalimantan Selatan.[2]
Ketika Hasan Basri dan
istrinya semasa di Kalimantan sewaktu Hasan Basri aktif dalam kegiatan
pergerakan dan Politik, istrinya juga ikut melibatkan diri. Misalnya, ketika
Hasan Basri membentuk BASMI (Barisan Serikat Muslimin Indonesia), nurhani ikut
melibatkan diri. Ia duduk dibagian muslimatnya. Tugas yang dilakukanya adalah
mengkoordinir bagian wanita. Begitupula ketika Hasan Basri sibuk dengan
kegiatan Pergerakan, baik bergerak dalam menghubungi kaum Gerilya di
hutan-hutan maupun bergerak di gelanggang politik, nurhani tetap menjalankan
tugasnya selaku istri sebagai ibu Rumah Tangga. Saat itu Hasan Basri tidak bisa
tinggal menetap disatu tempat. Ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain, dan pernah menyamar sebagai pedagang minyak agar tidak dikenal orang
banyak. Dalam saat-saat yang demikian, istrinya dengan susah payah rela dan
ikhlas mengasuh anak-anak sambil memikirkan suami dalam tugasnya.
KH. Hasan Basri menjalani hidup berumah tangga dengan isterinya Hj. Nurhani
dimulai sejak 8 Nopember 1941 sewaktu di Kalimantan sampai ia wafat pada 8
Nopember 1998 di Jakarta.
- Berbagai Aktivitas Penting dalam Sejarah Hidupnya
1. Aktivitas Semasa di Kalimantan
- Menjadi Guru Agama dan Qadhi
Setamat sekolah di Zu’am Muhammdiyah Yogyakarta
ia kembali ke Kalimantan pada tahun 1941. Pada tahun itu juga ia menikah dengan
Nurhani. Bersama-sama dengan isterinya menjadi guru Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah.
Pada tahun 1942 mereka mengajar di Madrasah
Ibtidaiyah Muhammadiyah di Marabahan. Sebagai guru di sekolah ini, Hasan Basri
dan isterinya masing-masing di gaji Rp. 2,50,- per bulan. Kegiatan Hasan Basri
dan isterinya sebagai guru hanya berjalan kurang lebih tiga tahun yaitu hanya
sampai pada tahun 1994.
Pada tahun 1945, Hasan Basri diangkat menajdi
Qadhi. Ia diangkat menjadi Qadhi tingkat Kecamatan di Muara Teweh oleh
pemerintah Jepang. Qadhi dalam bahasa Jepang disebut Togoko Guco adalah
sebutan untuk Kepala Kantor Urusan Agama pada masa itu. Sejak diangkat menjadi
Qadhi itu nama Hasan Basri mulai dikenal, baik di Muara Teweh dan Banjarmasin.
Jabatan Qadhi yang dipegang Hasan Basri sempat
selama satu tahun. Sebagaiman disebutkan di atas bahwa Hasan Basri diangkat
menjadi Qadhi adalah oleh pemerintah Jepang. Pada waktu itu Kalimantan,
termasuk Muara Teweh berada di bawah kekuasaan Jepang. Setelah Jepang menyerah
kepada Sekutu, dan tentara Sekutu masuk ke Kalimantan, maka Jepang terpaksa
harus meninggalkan Kalimantan. Karena itu, dengan sendirinya jabatan Qadhi yang
dipegang Hasan Basri pada waktu itu juga berakhir.
2. Aktivitas Setelah Menetap di Jakarta
a.
Aktivitas di Bidang Politik
Sejak diangkat menjadi
anggota Parlemen (DPR) RIS pada tahun 1950, Hasan Basri mulai menetap di
Jakarta. Setelah di Jakarta ini ia mulai melihatkan diri di dunia politik di
tingkat nasional. Sewaktu di Kalimantan, melaui organisasi SERMI (serikan
muslimin Indonesia) ia telah menjadi anggota Masyumi dan setelah di Jakarta ia
tetap menjadi anggota partai tersebut ini. Begitu pula sewaktu di Kalimantan ia
telah mendirikan GPII (gerakan partai Islam Indonesia) untuk tingkat lokal, dan
setelah di Jakarta ia aktif di GPII di tingkat nasional.
Setelah RIS (republik
Indonesia serikat) dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1950, dan kembali
terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, DPR-RIS dirubah menjadi DPRS
(dewan perwakilan rakyat sementara). DPRS ini berakhir pada tahun 1955. DPRS
dibubarkan kemudian diganti menjadi DPR (dewan perwakilan rakyat) hasil
pemilihan umum tahun 1955.
Dalam Pemilu tahn 1955
ini, Hasan Basri terpilih kembali menjadi anggota DPR. Ia terpilih menjadi
anggota DPR dari partai Masyumi mewakili daerah Kalimantan Selatan.
Di samping aktif sebagai
anggota DPR dan aktif di partai Masyumi, Hasan Basri juga aktif di GPII di
tingkat pusat. Dalam muktamar GPII tahun 1951 di Medan, Hasan Basri terpilih
menjadi Wakil Ketua GPII Pusat. Yang menjadi ketuanya adalah Anwar Harjono,
sekretaris Rusli, dan wakil sekretari Abdul Fatah dan Ny. Nurhani (isteri Hasan
Basri) bersama-sama Chadijah Razak. Hasan Basri menjabat Wakil ketua GPII pusat
selama 12 tahun, yaitu dari tahun 1951 – 1963.
b.
Aktivitas Dakwah dan Organisasi Sosial Keagamaan
Melakukan
dakwah sebenarnya telah dijalankan oleh KH. Hasan Basri sejak masa muda sewaktu
masih di Kalimantan dan setelah menetap di Jakarta hal
itu tetap ia lakukan. Akan tetapi ia aktif di dumia polotik iakurang aktif
dalam melakukan dakwah.setelah menghentikan aktivitasnya di bidang politik, ia memusatkan aktivitasnya dalam kegiatan dakwah . di
samping aktif dalam kegiatan dakwah itu ia juga aktif di organisasi social
keagamaan.
Latihan berpidato yang
di berikan oleh Haji Abdullah,kakek Hasan Basri di waktu msih anak-anak yaitu
ketika ia masih di madrasah diniyah awwalinyah islamiyah,dan latihan berpidato
(muhadharah) yang di terima hasan basri di sekolah tsanawiyah (SMP)
muhammadiyah banjarmasin,ternyata sangat besar manfaatnya bagi hasan basri
setelah ia dewasa.latihan berpidato yang di berikan oleh kakek nya dan latihan
berpidato (muhadharah) yang di terimanya di sekolah tsanawiyah itulah yang
membantunya mahir (terampil) dalam berpidato.ketarampilan dalam berpidato ini
menjadi bekal bagi H.Hasan Basri untuk dapat tampil dalam kegiatan dakwah.
H.Hasan Basri melakukan
dakwah adalah melalui khutbah-khutbah jum’at, ceramah-ceramah
agama di masjid-masjid, mushalla, majlis ta’lim, ceramah dalam peringatan isra’ dan
mi’raj, peringatan maulid, peringatan tahun baru Islam, peringantan
nuzul al-qu’an, khutbah
idul fitri dan idul adha, dan
dalam berbagai kesempatan lainya. Kegiatan
semacam ini bagi H. Hasan Basri telah menjadi bagian tugas yang di tekuninya
sejak masa muda sewaktu masih di Kalimantan, dan setelah menetap di Jakarta
kegiatan tersebut tetap di lakukanya.bagi H. Hasan Basri, selaku seorang ulama,
melaksanakan dakwah adalah suatu kewajiban. Ulama berkewajiban untuk menyerukan
kepada umat manusia agar mencari ridha allah dan tetap berada di jalan
allah.dan juga ulama berkewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Selama H.Hasan Basri aktif di dunia
politik,yaitu selam ia aktif dalam partai masyumi dan selama menjadi
anggota DPR dari tahun 1950 sampai tahun 1960,kegiatan dakwak tetap tidak di
lepaskanya.yakni tidak pernah ditinggalkanya sama sekali.hanya saja karena
kesibukanya di dalam kegiatan partai dan kesibukanya dalam tugas selaku anggota
DPR membuat nya terasa kurang aktif dalam kegiatan dakwah.selaku anggota partai
dan kemusian terpilih menjadi anggota pimpinan dan merangkap sebagai pengurus
harian partai tentu saja terkadang ia di sibukkan oleh kegiatan-kegiatan
seperti siding-sidang dewan, rapat-rapat komosi serta rapat-rapat praksi, dan
terkadang di tambah lagi dengan kesibukan pada masa resep dimana para anggota
DPR harus melakukan kunjungan ke daerah-daerah.sementara itu ia terpaksa harus
mengurangi kegiatan dakwahnya, dan terkadang ia terpaksa harus meninggalkan
kegiatanya seperti menyampaikan khutbat jum’at dan memberikan ceramah agama. Akan
tetapi kegiatan seperti ini di tinggalkanya hanya sewaktu-waktu saja yakni bila
ia dalam kesibukan atau dalam keadaan berhalangan.
Setelah DPR hasil
pemilu tahun 1955 dibubarkan oleh presiden soekarno pada buloan maret tahun
1960 dan partai masyumi membubarkan diri pada bulan September 1960 atas
perintah presiden soekarno,maka kesibukan H.Hasan Basri selaku anggota DPR
sudah berhenti dan kesibukanya dalam kegiatan partai sudah tidak ada lgi.sejak
itulah H.Hasan Basri mulai memusatkan aktivitasnya dalam kegiatan dakwah dan
organisasi social keagamaan.dan setelah usaha rehabilitasi masyumi gagal serta
muktamar parmusi pertama tidak membawa hasil sesuai yang di harapkan,H.Hasan
Basri sudah didak tertarik lagi dengan kegiatan politik,maka mulai saat itu
baru ia dapat memusatkan aktivitasnya sepenuhnya pada kegiatan dakwah dan
organisasi social keagamaan.
Sesudah tahun 1960-an
nama H.Hasab Basri mulai menjadi terkenal dan keulamaanya mulai mendapat pengakuan
masyarakat. Yang membuatnya menjadi terkenal itu adalah karena aktivitasnya
dalam kegiatan dakwak. Kegiatan dakwah itu di lakukanya melalui khutbah dan
ceramah-ceramah agama.ia tampil menjadi khatib,menyampaikan khutbah setiap jum’at, dari masjid ke masjid, dan aktif memberikan ceramah agama di
malelis ta’lim,di masjid dan mushalla,serta pada peringatan hari-hari besar
islam, dan sebagainya. Lewat aktivitasnya ini keulamaanya mulai muncul ke
permukaan.keulamaannya itu kemudian mendapat pengakuan masyarakat.pengakuan
masyarakat kepada keulamaanya ini terlihat dari penghormatan mereka kepadanya
dengan memberikan sebutan “kyai” di depan namanya. Pada undangan atau surat
permohonan yang di sampaikan masyarakat kepadanya untuk memohon kesediaanya
menyampaikan khutbatba atau memberikan ceramah agama, namanya di tulis dengan
sebutan KH. Hasan Basri. Sebutan “kyai”yang di berikan oleh masyarakat
kepadanya ini dapat di artikan bahwa keulamaanya itu telah mendapat pengakuan
dari masyarakat.sejak sesudah tahun 1960-an itulah dan seterusnya nama H. Hasan
Basri terkenal dengan sebutan KH. Hasan Basri.
Disamping aktif dalam
kegiatan dakwah, KH.Hasan Basri juga pernah ikut bergerak dalam lembaga dakwah.
Lembaga dakwah tersebut ialah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). DDII ini
didirikan oleh Mohammad Natsir pada tahun 1967. Dalam DDII ini KH.Hasan Basri
menduduki jabatan sebagai bendahara. Ia menjadi bendahara di lembaga ini sejak
lembaga ini didirikan tanggal 9 mei 1967.[3]
KH.Hasan Basri juga
aktif dalam organisasi-organisasi sosial
keagamaan. Organisasi-organisasi social keagamaan dimaksud terutama adalah yang
berhubungan dengan masjid, lembaga pendidikan Islam dan urusan umat islam.
c.
Aktivitas Menulis
KH. Hasan Basri sejak tahun 1975-an
sampai akhir hayatnya pada tahun 1998 telah menghasilkan sejumlah tulisan dalam
jumlah yang cukup banyak. Diantaranya yaitu “Bersyukur dan Tafakkur”, “Haji dan
Qurban”, “Kepemimpinan Majelis Ulama Indonesia”, “Perlunya Kompilasi Hukum
Islam”, “Arti Pendidikan Agama bagi Kawula Muda”, “Peran Ulama Menyongsong
Tahun 2000”, “Keadilan Kunci Tegaknya Kewibawaan Hukum”, “Mensyukuri Nikmat
Kemerdekaan”, Menguak Laut Menuju Cita”, “Tulang Punggung Negara”, “Ikhlas Dalam
Beramal”, “Ulama Pewari Para Nabi”, “Menyantuni Anaka Yatim” dll.
- Pemikiran-Pemikiran KH. Hasan Basri
Pemikiran-pemikiran yang kami maksud disini adalah pemikiran KH.Hasan Basri
dalam masalah Aqidah, hukum Islam,
tasawuf dan akhlak, tentang dakwah, tentang ulama dan tentang posisi MUI.
1.
Tentang Aqidah
Dari sejumlah tulisanya yang ada, tidak terdapat
tulisan yang secara khusus membicarakan masalah aqidah. Pemikiran KH.Hasan
Basri mengenai masalah aqidah hanya terdapat dalam bagian-bagian dari tulisanya
saja. Pemikiranya yang berkenaan dengan masalah aqidah hanya berkenaan dengan 3
hal, yaitu: tentang tauhid dansyirik, tentang hubungan iman dengan amal dan
tentang pandanganya terhadap ajaran aqidah yang menyimpang dari aqidah ASWAJA
(Ahlussunnah Wal Jama’ah). [4]
- Tentang Hukum Islam
Dari sejumlah tulisan KH.Hasan Basri yang ada, hanya
terdapat satu tulisan yang membicarakan tentang hokum islam. Tulisan tersebut
berjudul “Perlunya Kompilasi Hukum Islam”.[5]
Dalam tulisanya ini sebelum membicarakan tentang perlunya kompilasi hokum
islam, ia lebih dahulu membicarakan tentang perbedaan syari’ah dengan fiqh,
kemudian baru ia membicarakan tentang perlunya kompilasi hukum islam di
Indonesia.
Memulai tulisanya tersebut, KH.Hasan Basri
mengatakan secara garis besar hokum islam terbagi menjadi dua. Pertama, hokum
Islam yang secara jelas dan tegas telah disebutkan oleh nash Al-Qur’an atau
Sunnah. Dimana nash-nash itu tidak mengandung pentakwilan. Kedua, hokum Islam
yang secara tegas dan jelas belum / tidak disebutkan oleh nash Al-Qur’an atau
Sunnah, ia baru diketahui setelah digali melalui ijtihad para imam mujtahid.
Hokum Islam kategori pertama terkenal dengan istilah syari’ah dan hokum Islam kategori kedua dikenal dengan istilah fiqh.
- Tentang Tasawuf dan Akhlak
Dalam berbagai tulisan KH.Hasan Basri yang ada,
tidak terdapat tulisannya yang secara khusus membicarakan masalah tasawuf. Yang
terdapat hanya ia pernah menyinggung sepintas tentang zuhud. Seperti yang diketahui bahwa zuhud adalah
termasuk Tasawuf. Jadi dalam hal inilah terdapat pembicaraan KH. Hasan Basri
sepintas dalam masalah tasawuf. Beralih kepada pemikiran KH. Hasan Basri dalam
masalah akhlak. Dalam masalah akhlak ini KH. Hasan Basri banyak mencurahkan
perhatian dan pemikirannya.
4.
Tentang Dakwah
Pemikiran KH. Hasan
Basri tentang dakwah terdapat di dalam salah satu tulisannya yang berjudul
“Proses Dakwah Dalam Pembangunan Islam di Indonesia”. Di dalam tulisanya ini
tampaknya ada tiga hal yang ia tekankan, yaitu: tentang metode dakwah, tentang dakwah
dalam menghadapi perubahan masyarakat, dan tentang dakwah masa depan.
5. Tentang Ulama
Sebagai orang yang banyak berkecimpung di Majelis Ulama
Indonesia, KH. Hasan Basri banyak mengemukakan pemikiran tenang ulama.
Pemikiran-pemikiran KH. Hasan Basri tentang ulama itu antara lain adalah:
tentang tugas dan fungsi ulama, sifat yang perlu dimiliki ulama pemimpin ummat,
peranan ulama dalam pembangunan, dan hubungan ulama dengan umara.
a.
Tugas dan Fungsi Ulama
Ulama sebagai
pewaris para nabi, menurut KH. Hasan Basri, mempunyai tugas tertentu. Di
samping itu, ulama juga berkewajiban menjalankan fungsi keulamaannya. KH. Hasan
Basri kelihatannya punya pendapat dan pandangan tersendiri mengenai tugas dan
fungsi ulama. Pada garis besarnya ada tiga macam tugas utama para ulama, yaitu
sebagai berikut:
Yang pertama, para
ulama harus melakukan apa yang disebut dengan dengan “ tafaqqahu fi al-din”,
yaitu berusaha memperdalam dan memperluas pemahaman tentang agama.
Yang kedua, tugas
ulama adalah memberikan peringatan kepada masyarakat mengandung arti bahwa para
ulama berkewajiban mengingatkan kepada masyarakat atau umat agar jangan
melanggar larangan-larangan agama, dan memberi informasi tentang
ancaman-ancaman Allah bagi orang yang
melanggar larangan agama tersebut.
Yang ketiga, tugas
ulama adalah membimbing ummat untuk mengamalkan ajaran-ajaran agama dan
menerapkan nilai-niai agama dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.
b.
Sifat Yang Perlu Dimiliki Ulama Pemimpin Ummat
Menurut KH. Hasan
Basri, ulama sebagai pewaris para nabi adalah merupakan pemimpin ummat. Sebagai
pemimpin ummat menurutnya ada beberapa sifat yang perlu dimiliki para ulama
yaitu:
·
Memiliki pengetahuan luas dan mendalam tentang ilmu
agama.
·
Mampu mengamalkan ilmunya (ajaran-ajaran islam)dan
memiliki semangat keagamaan islam yang tinggi.
·
Mempunyai pendirian yang tetap (istiqamah) terhadap
ilmu dan keyakinannya.
·
Mampu mengajak dan mempengaruhi masyarakat agar dengan
penuh kesadaran dan kemauan untuk memberikan sumbangan kepada negara dan
bangsanya.
·
Mamppu memberikan jalan keluar dan kemudahan kepada
masyarakat untuk mengatasi permasalahan.
Para ulama dan
pemimpin ummat juga harus memiliki sifat-sifat kepemimpinan seperti kuat dalam
aqidah, adil dan jujur, berpandangan luas dan tidak fanatik golongan, mencintai
dan mengutamakan kepentingan ummat dari pada kepentingan pribadi dan golongan,
mampu menumbuhkan kerja sama dan solidaritas sesama ummat, ikhlas dan
bertanggung jawab serta memiliki sifat-sifat kepemimpinan lainnya.
c.
Peranan Ulama dalam Pembangunan
Menurut KH. Hasan
Basri, sejarah memberi petunjuk bahwa pergerakan dan perjuangan bangsa
indonesia tidak pernah lepas dari peranan ulama dan pemimpin ummat. Dengan
penuh keikhlasan dan kesungguhan mereka membimbing dan memimpin ummat agar
menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah serta memproleh
kesejahteraan hidup lahir dan batin di dunia dan di akhirat.
Dalam era
pembangunan sekarang ini, menurut KH. Hasan Basri, setidaknya ada tiga hal
penting yang harus dilakukan oleh pemimpin dan ulama ummat. Yaitu, pertama
memberikan bimbingan dan binaan kepada ummat dalam melaksanakan ajaran agama
islam dengan baik dan benar. Kedua, memberikan penerangan dan motivasi
keagamaan dalam melaksanakan pembangunan; dan ketiga, memberikan petunjuk dan
pengarahan kepada ummat dalam menghadapi tantangan zaman agar mereka tetap
tegak secaara islami di tengah-tengah modernisasi.[6]
- Sifat-sifat Kepemimpinan KH. Hasan Basri Dalam Mengemban Tugas Memimpin MUI
Keberadaan Majelis Ulama Indonesia selama berada dibawah kepemimpinan KH.
Hasan Basri telah berjalan dengan baik. Hal yang menunjukan demikian antara
lain adalah Majelis Ulama Indonesia
telah berhasil menjalin persatuan dan kesatuan dikalangan pengurus dan para
anggotanya yang terdiri dari para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim yang
berasal dari berbagai golongan dan organisasi, dan telah mampu menjaga
keharmonisan dengan pemerintah, serta telah mampu menempatkan posisinya di
tengah-tengah ummat dan pemerintah.
Dapat berjalannya Majelis Ulama Indonesia dengan baik itu, tentu saja tidak
lepas dari sifat-sifat kepemimpinan yang dijalankan oleh KH. Hasan Basri dalam
mengemban tugas memimpin lembaga tersebut. Sifat-sifat kepemimpinan yang
dijalankan KH. Hasan Basri itu diantaranya yang terpenting adalah sebagai
berikut.
1)
Selalu mengedepankan musyawarah dan kebersamaan
2)
Arif dan bijaksana serta bersikap hati-hati dalam
bertindak
3)
Sangat berhati-hati dalam soal uang
4)
Sabar dan tabah dalam menghadapi dan mengatasi masalah
5)
Banyak memberi ketelaanan dan tidak banyak bicara
6)
Selalu menjaga hubungan baik dengan pemerintah
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan-paparan mengenai sejarah hidup KH. Hasan Basri yang telah ditampilkan dalam bab-bab
terdahulu dan dihubungkan kepada masalah pokok yang dikemukakan dalam bab
pendahuluan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
KH. Hasan
Basri, yang dimasa hidupnya dikenal sebagai tokoh ulama nasional terkemuka
dikalangan ulama pada Majelis Ulama Indonesia, adalah sosok ulama yang memiliki
beberapa keistimewaan, di antaranya yang paling nampak adalah ia sebagai ulama,
intelektual dan pemimpin. Ia sebagai ulama, dalam pengertian memiliki
pengetahuan agama islam dan menjalankan fungsi ulama serta keulamaannya
mendapat pengakuan dari masyarakat. Ia termasuk kategori ulama yang
memanfaatkan ilmunya bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang-orang lain.
Sebagai intelektual, dalam pengertian banyak mengeluarkan dan menyumbagkan
pemikiran-pemikirannya teutama melalui sejumlah tulisan yang dihasilkanny.
Sebagai pemimpin, dalam pengertian seorang tokoh yang banyak menduduki posisi
pimpinan di beberapa organisasi atau lembaga baik keagamaan maupun
kemasyarakatan dan terutama di Majelis Ulama Indonesia.
KH. Hasan
Basri memiliki karakteristik keulamaan, pemikiran, dan kepemimpinan tersendiri.
Dalam hal keulamaan, ia tidak menempatkan diri sebagai ulama golongan atau
kelompok tertentu. Ia merupakan figur ulama yang dapat berada di semua golongan
ummat islam terutama ummat islam yang berada si tanah air ini. Dalam hal
pemikiran, terutama pemikiran keagamaan,
ia selalu berfikiran yang moderat, selalu menghargai dan menghormati pemikiran
atau pendapat orang lain, meskipun berbeda dengan pemikiran atau pendapatnya
sendiri. Dalam hal kepemimpinan, terutama dalam menjalankan kepemimpinan, ia
lebih mengedepankan kepentingan bersama dari kepentingan pribadi dan kelompok
atau golongan, sabar dan tabah dalam menghadapi masalah, dalam memutuskan
hal-hal yang penting selalu diputuskan melalui musyawarah, selalu jujur dan
amanah serta bertanggung jawab atas kepemimpinan yang dijalankannya.
Dalam masa
kepemimpinan KH. Hasan Basri, Majelis Ulama Indonesia sesuai dengan tugas dan
fungsinya, banyak melakukan kegiatan dan usaha-usaha yang manfaatnya dapat
dirasakan oleh umat, utamanya umat islam di indonesia. Di samping itu, Majelis
Ulama Indonesia juga berhasil menjalin kerjasama yang baik serta hubungan yang
harmonis antara ulama dan umara. KH. Hasan Basri merefleksikan hal-hal penting,
antara lain, sebagai berikut.
Ulama yang
mengamalkan ilmu agama yang dimilikinya dan mentransfer ilmunya kepada orang
lain serta memainkan peranan sebagai pemuka agama di tengah masyarakat,
keulamaannya akan mendapat pengakuan dari masyarakat.
Ulama yang
memiliki pemikiran keagamaan yang moderat dan tidak menampakkan diri sebagai
ulama golongan tertentu serta bisa menempatkan diri di berbagai golongan umat,
keberadaannya sebagai ulama akan dapat diterima oleh berbagai golongan umat
tersebut.
Seorang
pimpinan yang menjalankan kepemimpinannya ia lebih mengedepankan kepentingan
bersama atau kepentingan orang banyak dari kepentingan diri sendiri dan
kepentingan kelompok atau golongan, memiliki kejujuran dan amanah serta
beertanggung jawab, ia akan diakui sebagai pemimpin dan akan mendapat
kepercayaan serta dukungan dari kalangan umat yang berada di bawah
kepemimpinannya. Bagi ulama yang menduduki posisi pimpinan di Majelis Ulama
Indonesia, disamping punya karakteristik seperti itu, mampu pula menjalin
kerjasama yang baik dan hubungan yang harmonis antara ulama dan umara, ia akan
mendapat kepercayaan dan dukungan, baik dar pihak umat maupun dari kalangan
ulama dan dari pihak pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
DR.
Hadariansyah, (2010 ). KH.Hasan Basri kajian biografis tokoh MUI.
Antasari Press, Banjarmasin.
Ramlan
Mardjoned (ed). (1990) KH.Hasan Basri 70 tahun.
Biodata
KH.Hasan Basri dalam bukunya Risalah
Islamiyah Rahmat Bagi Alam Semesta.
[2]
Biodata KH.Hasan Basri dalam bukunya Etika Bermasyarakat, h.291-292
[3] Biodata KH.Hasan Basri dalam bukunya Risalah Islamiyah Rahmat Bagi Alam Semesta,
h.210.
[4] DR. Hadariansyah, KH.Hasan Basri kajian
biografis tokoh MUI, Antasari Press, Banjarmasin.2010, hal. 156.
[5] Tulisan tersebut berupa artikel, dimuat
dimajalah bulanan Mimbar Ulama, No.104, Tahun X, Sya’ban 1406 H/ April 1986 M.
Komentar
Posting Komentar